Senin, 04 April 2016

Menjalani Alir

            Kita tahu apa yang dinamakan takdir? Emt jalan yang dituliskan Tuhan untuk kita. Sederhananya menurutku begitu. Setiap manusia pasti takdirnya berbeda-beda. Percaya? Percayalah Tuhan kan punya banyak stok takdir.
            Kalau bisa disebut alur merupakan bagian dari takdir. Mengapa? Pernyataan sebelumnya, “jalan yang dituliskan Tuhan”. Penekanan pada J-A-L-A-N sama halnya dengan alur. Untuk menjalankan jalannya *loh* kita perlu alir. Mudahnya untuk menghadapi suatu hal kita perlu tata cara atau langkahnya.
            Nah, saat kita sudah mengetahui bagaimana kita akan melangkah, pasti kita akan segera melangkah bukan? Saat kita melangkah pasti kita akan mendapati proses baru. Proses yang sebelumnya kita sudah rencanakan. Semoga saja rencananya tidak meleset. Disaat itulah kita menjalani alir.
            Selain menjalani kitapun harus paham tentang bagaimana selanjutnya. Ralat. Merencakan atau mempunyai gambaran tentang bagaimana selanjutnya. Mengapa? Supaya kita tidak terjebak dalam situasi alir.
            Alir yang kita jalani pastilah dari pemikiran yang sedemikian hingga dari berbagai sudut pandang. Jadi alir yang kita jalani bisa membantu kita dalam berproses.
            Lalu, bagaimana saat menjalani alir kita mengalami kesulitan? Yaa semacan kendala. Apakah kita harus menghentikan alir dan beralih pada alir baru? Tidak semudah itu. Ketika kita sudah memilih bahkan menjalani suatu alir, kita harus konsekuen terhadap alir tersebut. Apapun resikonya, kendalanya ataupun hal yang terjadi setelahnya. Kita harus tetap berjalan dengan alir tersebut.
            Yang perlu kita lakukan terhadap alir adalah menjalani dengan senang hati, tabah hati jika alir tersebut sedikit memberatkan, lalu percayalah alir yang kau pilih akan membawamu pada hal yang kau inginkan.
Nikmati alurmu. Jalani alirmu!

*lanjutan

-DNS-

Kamis, 04 Februari 2016

Sudut Pandang

            Ketika kita menilai sesuatu secara analisis hasilnya akan berbeda dengan yang menilai secara analogi. Pun akan berbeda secara metedologi. Mengapa aku menyatakan seperti itu. Semua itu bergantung bagaimana cara padang kita terhadap suatu hal.
            Dalam kehidupan kita diberi Tuhan sebuah alur. Sebuah jalan kemana kita membawa kehidupan ini. Selain itu Tuhanpun memberikan kita alir. Alir tentang bagaimana kita menjalankan alur. Alir tak hanya semacam. Jika kita ingin berpikir lebih keras lagi, ada banyak alir yang bisa kita gunakan.
            Mengapa demikian? Manusia dewasa akan lebih lama untuk berpikir. Bukan karena analoginya yang terlalu panjang, namun terkadang orang dewasa juga ingin mempertahankan egonya. Sekaligus tanpa mendengarkan kata hatinya (wattpad). Disinilah kita menentukan alir.
            Alir yang bagimana? Alir yang berbeda dengan alir yang lainnya. Alir, tak melulu tentang menjalankan alur. Bisa saja alir yang kita gunakan tak bisa menyelesaikan alur. Mengapa? Karena kita tak memilih alir tetapi mengikuti alur. Apa bedanya dengan pasrah? Hidup diperuntukkan untuk orang-orang yang mau berjuang. Bukan untuk para pemasrah.
            Menentukan alir sama halnya dengan membangun sudut pandang. Satu alur tak mungkin hanya dijalankan oleh satu insan bukan? Akan ada keterlibatan orang lain dalam tiap alurnya. Hal ini menyebabkan kita harus membangun sudut pandang dari berbagai sisi. Membangun sudut pandang dari berbagai sisi, bukan memilih lebih dari satu alir. Bukan juga memilih satu alir kemudian mengalternatifkan mengalah. Itu bukan berpikir dengan berbagai sudut pandang, tetapi berpikir pendek.
            Membangun sudut pandang jelas tak semudah seperti aku menuliskan tulisan sudut pandang ini. Sudut pandang pun bisa menjadi indentitasmu. Apa mudah membentuk identitas? Identitas bisa saja suatu kekhasan. Maka sudut pandangpun merupakan suatu kekhasan. Jika kau membuatnya menjadi khas. Sungguh, aku merasa bersalah menulis tentang hal ini. Mengapa? Karena terkadang sudut pandangku pun masih berantakan. Sungguh.
            Kesimpulan tentang sudut pandang adalah bagaimana kita berpikir lebih dari satu sisi. Berpikir bagaimana jika seperti ini, bagaimana jika tidak seperti ini pun bagaimana jika seperti ini dan tidak seperti ini. Menurutku tak mudah, seperti yang sudah kukatakan tadi.
Hidup dengan berbagai sudut pandang membuatmu semakin berkembang!

*lanjutan
-DNS-

            

Rabu, 27 Januari 2016

Alur dan Alir

            Saat kita dilahirkan ke dunia kita akan mengalami banyak perkembangan dan hal baru. Saat kita menapaki tempat baru kita akan mendapatkan budaya baru. Tak hanya itu, saat kita pergi dari hal yang biasa kita lakukan kita akan mengingat-ingat kenangan masa lalu.
            Tuhan pastinya sudah memberikan kemana arah jalan kehidupan kita. Kita hanya tinggal mengikuti alur yang Tuhan berikan. Berjalan sesuai dengan yang Tuhan rencanakan. Sungguh? Apakah hanya sesederhana itu? Tidak. Jangan kalian pikir hidup hanya mengikuti alur yang Tuhan berikan. Itu sama halnya dengan pasrah terhadap keadaan. Pasalnya dalam kehidupan kita akan mengalami pasang surutnya. Kita akan berjuang. Ya berjuang. Memperjuangkan kehidupan kita. Memperjuangkan yang tentunya pantas untuk diperjuangkan. Bukan malah memperjuangkan yang hanya membuang waktumu sia.
            Namun, dalam kehidupan tak hanya memperjuangkan alur Tuhan. Setelah mendapat alur, kita akan dihadapkan dengan alir. Disinilah kita menemukan jati diri kita. Mengapa? Semisal kalian diberi permasalahan. Kalian bisa saja memilih untuk menyelesaikan masalah tersebut atau malah menghindari masalah tersebut. Dari permisalan itu kita dapat masalah sebagai alur kehidupan kita, dan menyelesaikan atau menghindarinya termasuk pilihan dari alir kita.
            Bagaimana? Setujukah kalian dengan pernyataanku. Sebenarnya ini bukan murni dari pemikiranku. Semua ini berkat seseorang yang menyadarkanku tentang bagaimana jalannya kehidupan ini. Tentang alur dan alir. Mengikuti alur dan memilih alir. Berbicara tentang alur dan alir memang tak cepat pun tak lama. Apalagi berbicara tentang kehidupan.
            Sebenarnya untuk sederhananya kalian tak perlu terlalu memikirkan seperti apa alurnya dan bagaimana alirnya. Asal kalian mengikuti kata hati dan tidak egois, semua bisa berjalan sesuai rencana pun alur yang Tuhan berikan. Hidup indah guys. Jangan terlalu terjebak masa lalu dan risau masa depan. Jika memang sudah alurnya akan ada sekian alir untuk menjalankannya. 

-DNS-

Minggu, 20 Desember 2015

Terlambat Memahami

Apakah kau tahu apa itu Cinta?

Suatu ketika, aku bertanya “apakah kau punya hati?”. Lawan bicaraku pun menjawab “ya, aku punya hati.”. Aku pun kembali bertanya “apa yang kau punya dari hatimu?”. Ia pun menjawab “Cinta.”

Bolehkah aku menarik kesimpulan bahwa cinta ada dalam hati? Namun, sesederhanakan itu cinta? Aku tak paham. Atau lebih tepatnya aku belum paham tentang cinta.

Astaga, mungkin bahasa ku terlalu tinggi untuk mengatakan hal-hal tentang cinta. Aku meralat semua pernyataan dan simpulanku tadi. Dan kusebut menjadi perasa didalam hati.

Aku tak tahu sejak kapan perasa itu tumbuh. Aku tak tahu bagaimana selukbeluk adanya perasa itu didalam hatiku. Semua terjadi begitu saja. Aku hanya tertegun saat aku menyadari bahwa ada perasa yang berbeda didalam hatiku. Namun, disaat aku menyadarinya kau sudah terlanjur pergi.

Tak ada yang bisa disalahkan tentang dua hati yang terlambat menyadari atau yang terlanjur pergi. Kalian tau? Kedua hati itu sama-sama berjuang. Saat satu hati mengirimkan sinyal perasa, satu hati lainnya pun mencoba menafsir setiap sirat perasa. Hanya saja satu hati lainnya itu tak bisa untuk benar-benar menafsir. Karena apa? Keadaan memaksanya untuk enggan memahaminya. Namun, saat satu hati lainnya mulai memahami, satu hatu hati yang pertama mulai beranjak pergi. Pergi bukan untuk meninggalkan. Namun, menghentikan suatu penantian. Bukan tentang berhenti berjuang.

Kini, apa yang bisa dilakukan oleh satu hati lainnya itu? Berganti untuk menanti? Menanti yang pergi? Menanti yang belum tentu kembali? Berjuang memang tak sebercanda itu. Berjuang memang tak seperti dua garis yang sejajar, selalu bersama meski tak mungkin berakhiran sama.

Aku pasti berjuang, namun entah sampai kapan. Aku pun akan mengejar meski tak secepat kilat.

Pernahkah kalian berjuang? Memperjuangkan perasa yang ada didalam hati?
Pernahkah kalian mengejar? Mengejar yang entah akankah kembali?
Hati tak melulu soal cinta. Tapi cinta pastilah melibatkan hati.





-DNS-

Luka

Kau tahu, apa yang kini sedang ku rasakan? Kau tau, apa yang kini sedang mengusik pikiranku. Kamu. Yang ku pikir sebagai orang keduaku. Tapi ternyata bukan. Kau tahu, mengapa harus ada rasa itu? Tidak, tidak seorangpun tahu mengapa suatu perasa bisa tumbuh. Tidak seorangpun mampu benar-benar mengontrol perasa itu. Termasuk aku. 

Yang perlu ku tahu lagi, aku takkan dapat dengan mudah memilikimu. Atau, tanpa deklarasi kepemilikan aku akan tetap bisa bersamamu. Ralat. Berada didekatmu. Mungkin saja bisa. Ya bisa jika aku mau berjuang. Berjuang seorang diri? Ya. Sanggupkah? Aku tak tau.

Mungkinkah seiring berjalannya waktu, ada pintu untukku? Ada celah untuk aku masuk secara nyata dalam kehidupanmu? Menebaknya akupun tak bisa. Apalagi benar mendapat kesempatan itu.

Jangan salahkan aku mengapa aku merangkai kata seperti ini. Hatiku pikiranku kini semua tertuju padamu. Tertuju pada perasa yang lama tak tersampaikan. Tertuju pada perasa yang sempat terabaiakan. Dan kini ku tau aku terlambat untuk memahaminya. Terlambat untuk mengerti.

Entah, masihkah ada kesempatan atau tidak. Cukup aku yang harus tahu diri. Cukup aku yang kini berganti merasakan yang disebut sebuah penantian. Penantian yang entah sampai kapan.


Aku enggan terpuruk oleh keadaan ini. Tetapi akupun tak tahu bagaimana caraku menghindari keterpurukan ini. Aku. Kamu. Akankah menjadi kita? 


-DNS-

Antara

Saat kau tak benar-benar berada di suatu keadaan yang kau harapkan.
Saat kau tak benar-benar berada di suatu perasaan yang sebenarnya.
Saat banyak hal menjadi abu-abu.

Antara ya atau tidak.
Antara melangkah maju, bertahan di satu titik, atau mundur teratur meninggalkan suatu yang tlah diatur.

Menjadi satu-satunya tak selalu diharapkan.
Menjadi satu-satunya tak selalu jadi menyenangkan.

Kau tahu?
Karena dunia ini tak nyata hanya satu.
Ada banyak keambiguan yang membuat tiap perasanya menjadi mengabu.

-DNS-


Jumat, 11 Desember 2015

Dia bukan aku

Aku tak tahu, seberapa lama aku tertidur. Aku tak tau mengapa tiba-tiba aku terbangun dan harus dihadapkan oleh kenyataan seperti ini. Sekarang, aku ada secara nyata. Namun, mengapa kau mencari-cari orang yang menyerupaiku. Kemudian menganggapnya adalah aku.

Kau tahu, bagaimana remuknya hati ini? Aku sendiri tak tahu mengapa aku masih sanggup melihatmu. Melihatmu ketika kau bersama dia yang kau anggap aku. Tak kau rasakankah getaran yang berbeda?  Saat tiba-tiba mataku dan matamu saling bertemu, ya bertemu seperti biasanya. Mata kita saling bertautan bahkan untuk sepersekian detik aku merasakan detak jantungku berhenti. Namun, tak lagi mata hitam indahmu yang kulihat, tetapi keberadaannya di sisimu.

Kau tahu bagaimana mirisnya hati ini. Kau lukai sebegitu pedihnya. Kau tinggalkan sebegitu kejamnya. Kau biarkanku terbayang dalam canda indah yang pernah kita lalui bersama. Maksutku, kau dan aku. Kini kau hanyalah seperti bintang pijar yang tak mampu ku gapai. Kini aku seperti orang bodoh  yang tak tahu kemana arah hidupku.

Aku hanya tak habis pikir saja denganmu. Sebegitu mudahkah kau melupakanku. Atau lebih tepatnya mengasingkanku dari hatimu. Aku tahu, aku masih ada dalam kehidupanmu dan kau pun begitu. Namun kini, kau tak selalu ada untukku. Tak seperti dulu.

Bukankah lebih indah kita saling memahami dari awal, bukan malah menjadikan pelarian? Sekali lagi dari sisi mana kau anggap dia sama denganku. Dari sudutpandang mana kau melihatku ada pada dirinya, padahal keberadaanku nyata untukmu.

Sungguh seharunya aku tak perlu tertidur untuk sekian waktu yang lalu. Sungguh seharusnya aku menyadari hadirmu. Bukan malah mengabaikanmu. Kini aku sendiri merasakan bagaimana sakitnya kehilangan dirimu.


Sungguh, aku nyata ada untukmu. Dan dia bukan aku. 


-DNS-